Langsung ke konten utama

Orgasme Manajemen


Dalam dunia seks, kita mengenal istilah orgasme seks yang merupakan suatu kondisi di mana terjadi kenikmatan puncak seseorang dalam melakukan aktivitas hubungan seks dengan pasangannya yang kemudian setelah mengalami proses orgasme seks tersebut terjadi relaksasi di seluruh tubuh. Kalau saya boleh menganalogikan konsep orgasme seks tersebut ke dalam dunia manajemen, maka judul di atas yaitu orgasme manajemen merupakan kondisi di mana terjadi proses kesuksesan puncak seorang eksekutif atau leader dalam melakukan aktivitas manajemennya terhadap bawahannya sehingga seluruh tugas dan tanggung jawabnya dapat terselesaikan dengan baik. Namun demikian, yang menjadi pertanyaan adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan lagi bagi seorang eksekutif atau leader untuk dapat bangkit lagi agar mendapatkan orgasme manajemen selanjutnya. Artinya seberapa sering dan hebatnya sang eksekutif atau leader tersebut mendapatkan dan menghasilkan prestasi kerjanya kembali berkat kerjasama mutualisme dengan mitra kerjanya. Karena kita pahami bersama bahwa kesuksesan masa lalu jangan sampai membuat kita lupa atau terlena untuk berprestasi kembali.

Hal tersebut di atas tentu akan sulit dilakukan apabila sang eksekutif atau leader mengalami disfungsi manajemen yang pada akhirnya melahirkan sebuah sistem manajemen nina bobo sehingga segala aktivitas pekerjaan yang ada mengalami kemandekan kreativitas dan inovasi, terkendala peralatan dan perlengkapan bahkan terkendala kualitas dan kuantitas SDM yang menjadi variabel utama dalam dunia organisasi atau dunia kerja. Kalau hal ini yang terjadi bersiap-siaplah para karyawan atau anak buah mencari pelampiasan atau kepuasan manajemen di tempat yang lain padahal karyawan atau anak buah tersebut memiliki gairah kerja dan libido manajerial yang tinggi. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya para eksekutif atau leader melakukan proses introspeksi diri dan mengevaluasi apakah aktivitas manajemen yang dilakukannya saat ini telah mencapai orgasme manajemen tingkat mutualisme. Artinya kepuasan atau kesuksesan yang telah dicapai atau yang diraihnya juga membuat pasangannya (mitra kerja atau anak buah) mengalami kepuasan dan kesuksesan pula.

Dari pemaparan di atas, saya mencoba untuk menawarkan konsep manajemen mutualisme untuk mendapatkan orgasme manajemen yang luar biasa, baik untuk sang eksekutif maupun anak buahnya dengan menggunakan pendekatan manajemen situasional (contingency) yang menyeluruh dan sempurna, baik dengan sentuhan hardware (materi) maupun software (non materi), empati dan rasionalitas, motivasi bahkan dengan foreplay manajemen yang sensasional yang merangsang gairah kerja dan libido manajerial anak buah untuk dapat berprestasi juga yang pada akhirnya membuat sang eksekutif atau leader terangkat pula prestasinya. Inilah saatnya sang eksekutif atau leader untuk menginspirasi sehingga tidak terjadi pasangan manajemen yang stress (karyawan atau anak buah).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Cinta

Pada suatu hari saat saya chatting di Facebook, ada permintaan dari seorang teman Facebook yang meminta saya membuat materi di blog pribadi dengan tema : Manajemen Cinta. Terlepas dari permintaan beliau, saya pikir tema yang diminta membuat saya tertarik untuk membahasnya di mana tentunya masalah cinta merupakan hal yang sudah sering kita dengar dan banyak lika-likunya. Namun konsep manajemen cinta seperti apa sih sebenarnya yang akan dibahas ? Oke, semoga materi blog yang bertemakan manajemen cinta ini menjadi bermanfaat buat kita semua. Dalam dunia manajemen kita mengenal istilah POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) bagi seorang eksekutif atau leader dalam memainkan aktivitas manajemennya. Dengan landasan konsep tersebut, saya akan mencoba untuk membahas aktivitas manajemen dengan objek cinta. Namun demikian, sebelum kita membahas lebih dalam, saya mencoba akan membahas terlebih dahulu apa itu cinta. Bagi seorang pujangga, cinta berarti bisa bermakna hasrat penghambaan

WHD (Weapons of Hopeless Destruction)

Dalam dunia militer saat ini, kita mengenal istilah WMD (Weapons of Mass Destruction) yang berarti senjata pemusnah masal di mana kekuatan penghancurnya memiliki efek yang luas, baik dari segi radiusnya maupun dalam jumlah korbannya. Kalau melihat judul di atas maka pada kesempatan kali ini saya akan membahas materi terkait dengan senjata pemusnah keputusasaan. Sering saya melihat di berita yang di tayangkan oleh beberapa stasiun TV Nasional yang ternyata menayangkan kasus orang di Indonesia yang memiliki harapan setinggi tower / menara BTS. Kalau harapan yang positif mungkin tidak jadi masalah, tapi harapan tersebut adalah harapan untuk melakukan bunuh diri dengan meloncat dari atas tower / menara BTS. Apakah mental atlet panjat tower / menara BTS ini perlu dikembangkan atau harus dimusnahkan ? Oleh karena itu, saya mencoba di blog ini untuk menjadi suplayer senjata dengan jenis senjata WHD (Weapons of Hopeless Destruction). Ada beberapa jenis senjata WHD yang saya paparkan dalam blo

Sudahkah Kita Membaca Hari Ini ?

Melihat judul di atas sepertinya merupakan pertanyaan yang sederhana dan sering kita mendengarnya. Namun, pernahkah kita pahami secara mendalam apa makna dari sebuah membaca tersebut yang bahkan dalam Agama Islam ayat yang pertama kali diturunkan merupakan ayat perintah untuk membaca yaitu Surat Al Alaq ayat pertama yang berbunyi "Iqra" yang artinya "Bacalah". Secara pribadi saya membagi konsep membaca menjadi 7 (tujuh) hal yaitu : 1. Membaca Al Qur'an dan Hadist (Representasi Wawasan Keilmuan Agama dan Hubungan Transendental) 2. Membaca Lingkungan Fisik (Representasi Hubungan dengan Alam) 3. Membaca Buku / Literatur (Representasi Wawasan Keilmuan / Spesialisasi Dunia) 4. Membaca Koran / Majalah / Internet (Representasi Up Date Informasi / Berita Terkini) 5. Membaca Diri (Representasi Evaluasi dan Planning serta Optimalisasi Potensi Diri Pribadi) 6. Membaca Orang Lain (Representasi Hubungan Sosial Kemasyarakatan dan Organisasi) 7. Membaca Tanda-tanda Jaman